Renungan HarianSlideTerbaru

Memberikan yang terbaik (Markus 12: 38-44)

43. Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. 44. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” Markus 12: 43-44

Persembahan berbeda makna dari sumbangan. Memang, tindakan yang dilakukan adalah memberikan sesuatu kepada pihak lain. Sumbangan diberikan oleh orang yang punya sesuatu kepada orang yang tidak punya atau membutuhkan sesuatu. Misalnya, kita sering mendengar istilah “sumbangan untuk korban bencana alam” atau “sumbangan untuk panti asuhan.” Itulah sumbangan.

Sementara itu, persembahan sering dikaitkan dengan hidup keagamaan, peribadatan, dll.

Dalam hubungan kita dengan Tuhan, kita tidak memberikan sumbangan melainkan persembahan. Tuhan tidak membutuhkan sesuatu dari kita karena Ia adalah pemilik segala sesuatu. Lantas, mengapa kita perlu memberikan persembahan?

Kita memberi persembahan sebagai wujud syukur kita kepada Tuhan.

Suatu kali, Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi dalam jumlah yang besar.

Di tengah kerumunan itu datang pula seorang janda miskin yang memasukkan dua peser, yakni satu duit. Uang logam seperti ini disebut lepton, yang secara harfiah bermakna “uang logam yang tipis”. Dari semua uang logam yang ada, inilah yang terkecil.

Melihat hal itu, Yesus memanggil para murid-Nya dan berkata bahwa persembahannya yang sangat kecil itu justru jauh lebih besar daripada semua persembahan yang lain karena orang lain memberikan dengan mudah apa yang dapat mereka sisihkan dan sementara itu pada mereka masih banyak lagi yang tersisa, sedangkan janda miskin ini telah memasukkan semua yang ia miliki.

Inilah pelajaran dalam hal memberi:

1. Pemberian yang sesungguhnya haruslah merupakan pengurbanan.

Jumlah pemberian tak pernah dipersoalkan walaupun orang yang memberi harus menanggung harganya.

Yang penting bukan besarnya pemberian, melainkan pengurbanannya. Kemurahan hati yang sejati akan nyata hingga terasa akibatnya. Bagi mereka yang memberi dengan pengurbanan pasti terasa sakitnya, terasa beratnya, dan tidak mudah unutk dilakukan.

Bagi banyak orang diantara kita, ini menjadi pertanyaan yang amat mengena, apakah pemberian kita bagi karya Allah benar-benar merupakan pengurbanan.

Beberapa orang memang memberi demi pekerjaan Allah, tetapi tidak dengan senang hati.

Bisa jadi ini merupakan pertanda kemerosotan gereja dan kegagalan kekristenan bahwa warga gereja harus dibujuk untuk memberi persembahannya.

Bahkan, acapkali mereka sama sekali tidak mau memberi kecuali jika mereka memperoleh sesuatu sebagai imbalan, misalnya mendapat hiburan atau barang. Ada sebagian kecil di antara kita yang membaca cerita ini tanpa merasa malu.

2. Pemberian yang sesungguhnya mengandung unsur “kenekatan” di dalamnya.

Janda itu seharusnya menyisakan satu peser. Jumlah itu tentu tidak banyak, tetapi sebetulnya sangat berarti baginya. Namun, ia memberikan semua yang ia miliki.

Ada makna kebenaran simbolik yang terkandung di sini. Ada suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa acapkali ada bagian dari hidup kita, kegiatan kita, diri kita yang tidak kita berikan kepada Kristus.

Bagaimanapun juga, hampir selalu ada saja sesuatu yang kita tahan. Kita jarang sekali membuat pengurbanan dan penyerahan diri seutuhnya.

3. Aneh, tetapi indah bahwa orang yang dituturkan oleh perjanjian Baru dan oleh Yesus sendiri sebagai contoh tentang kemurahan hati justru adalah orang yang memberi dalam jumlah yang sesedikit itu.

Kita bisa saja merasa bahwa kita tidak mempunyai banyak pemberian materi atau pemberian pribadi untuk diberikan kepada Kristus.

Namun, jika kita memberi semua yang ada pada kita dan tersedia bagi-Nya, maka Ia akan berbuat sesuatu yang luar biasa terhadap pemberian kita itu dan terhadap diri kita sendiri.

Janda Si sarfat oleh nabi Elia, seorang anak kecil, hanya punya 2 ikan dan 5 roti.

Pin It on Pinterest

Share This

Share This

Share this post with your friends!