SEJARAH SINGKAT GKPO HALIM
SEJARAH SINGKATGereja Kristen Protestan Oikoumene Halim Perdanakusuma
Berawal Dari Lima Keluarga
Sekitar tahun 1950-an, beberapa keluarga anggota AURI yang beragama Kristen dan bertempat tinggal di rumah dinas AURI – kawasan yang sekarang bernama kompleks Halim Perdanakusuma – telah mengadakan persekutuan dalam bentuk pertemuan-pertemuan diantara sesama saudara seiman. Mereka memiliki latar belakang suku bangsa dan kedaerahan yang berbeda-beda, keanggotaan Gereja asal mereka juga bermacam-macam menurut daerah asalnya. Perintis persekutuan tersebut antara lain keluarga S. Ritiau/ Arnold Ritiau, Felix W. Riki, A. Legi, Sahuka dan Muntu.
Untuk Kebaktian Minggu mereka telah biasa mengikuti di Gereja Tiga Mei (Cililitan Besar) Kompleks Batalyon TNI-AD yang dipimpin oleh Pdt. Mamesa dari PUSROH TNI-AD. Kebaktian- Kebaktian tersebut dihadiri oleh anggota jemaat kurang lebih sepuluh keluarga termasuk anggota AURI. Kebaktian hari Minggu makin hari makin bertambah banyak jemaat/ pengunjungnya. Hingga kemudian timbul kesepakatan diantara jemaat anggota AURI untuk menyelenggarakan ibadah hari Minggu tersendiri.
Kebaktian Minggu pertama terlaksana pada tahun 1953 bertempat di sebuah ruangan untuk gudang beras dan dapur umum di kompleks Skadron atau yang dikenal dengan Kompleks Selatan (maksudnya selatan landasan pacu pesawat terbang). Kebaktian tersebut dipimpin oleh Pdt. Zacharias Leirissa, Pendeta Angkatan Darat yang ditugaskan pada pembinaan rohani Protestan AURI yang kemudian menjadi Pendeta AURI pertama. Inilah cikal bakal terbentuknya Gereja Kristen Protestan Oikoumenen Halim Perdanakusauma.
Dari gudang beras dan dapur umum yang biasanya diperuntukkan bagi kantin Bintara tersebut, setiap Kebaktian Minggu pada awal-awalnya hanya dihadiri oleh sekitar 5–8 keluarga. Anggota jemaat yang mengurus penyelenggaraan ibadah dan mempersiapkan ruangan serta peralatan adalah bapak S. Ritiau, bapak A. Legi dan bapak Mowoka. Tempat ini juga dipergunakan untuk kegiatan Sekolah Minggu yang dipimpin oleh Sdri. Ina Piri, Fredy Ritiau dan Ata. Tahun 1956 kegiatan persekutuan ibu-ibu mulai dirintis oleh Ibu Avia Martha Matatula (Ny. O Patty) yang kemudian menjadi Kaum Ibu Martha Maria (sekarang Komisi Perempuan).
Bulan Juni 1957 kegiatan peribadatan sudah mulai teratur dan sudah diselenggarakan pula pelajaran Katekisasi. Organisasi kemajelisan yang sudah tertata saat itu bernama Badan Pembantu Pemeliharaan dan Perawatan Rohani Protestan (BP3RP) yang dibentuk berdasarkan Juklak Perawatan Rohani Protestan dari PUSROH MABESAU untuk melaksanakan pembinaan jemaat dan berfungsi sebagai penghubung dengan Jawatan Rohani Protestan di Pangkalan. Dari kenyataan tersebut di kemudian hari Majelis Gereja menentukan dan memilih salah satu hari Minggu di bulan Juni 1957 yaitu 23 Juni 1957 sebagai hari lahirnya Persekutuan Jemaat Kristen Oikoumene Halim Perdanakusuma secara organisasi.
Lalu pada pertengahan tahun 1958 dilaksanakan Sakramen Baptis atas anak ketiga keluarga Alex Tetelepta. Peneguhan Sidi yang pertama kali dilaksanakan pada tanggal 11 Desember 1960 atas diri Frens Ritiau dkk. serta Baptis Dewasa atas diri Julius Ferdinand Muskita.
Tahun 1963 dibentuk pula persekutuan pemuda yang pada tanggal 22 Juli 1963 diresmikan oleh Dinas Rohani Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma dengan nama IPKP (Ikatan Pemuda Kristen Protestan Halim Perdanakusuma, sekarang Komisi Pemuda). Saat itu terpilih Derek Leskona sebagai Ketua bersama pengurus lain yaitu Yunus Leskona, Toni Legi, Yan Pangemanen dan Ina Piri. Ketua IPKP Halim yang pertama ini bertugas membina anak-anak dan remaja atau guru Sekolah Minggu yang pada waktu itu disebut Kelompok anak (KA) dan Kelompok Remaja (KR)
Tahun 1965 beberapa warga jemaat dipilih dan diteguhkan sebagai Pengurus BP3RP oleh Pdt. AM. Sabandar antara lain: Bpk. S. Ritiau, Bpk. A. Legi, Bpk. C. Lanawi, Bpk. Hursepuny, Bpk. Kalengkongan, Ibu Legoh dan Ibu Sukardi.
Seiring berjalannya waktu, Kebaktian Minggu semakin bertambah banyak jemaatnya sehingga ruangan yang ada dirasa sangat sempit. Setelah mendapat ijin dari Komandan Lanud Halim Perdanakusuma, pada tahun 1966 tempat kebaktian berpindah ke ‘Gedung Rajawali’ yang cukup besar di Kompleks Rajawali. Dengan tempat ibadah baru ini anggota yang bertempat tinggal di Kompleks Utara (Angkasa dan Rajawali) dapat mengikuti kebaktian sehingga jumlah jemaat semakin banyak.
Mekarnya Benih Pelayanan
Melihat kenyataan bahwa persekutuan umat Kristen semakin bertumbuh dan berkembang namun tidak mempunyai rumah tempat ibadah yang tetap, Komandan Lanud Halim Perdanakusuma waktu itu Kolonel Udara Rusman mengijinkan penggunaan tanah seluas 5500 m2. berlokasi di Kompleks Angkasa Jl. Angkasa I/101. Di atas tanah tersebut dibangun gedung Gereja permanen. Gedung Gereja tersebut diserahkan kepada Majelis Jemaat Persekutuan Umat Kristen Oikoumene pada tanggal 24 Desember 1967 dan dipergunakan untuk ibadah hari Minggu serta menjadi pusat kegiatan pembinaan warga jemaat sampai sekarang. Penanggung-jawab penggunaan dan kegiatan Gereja oleh Perwira Jawatan Rohani Kristen Protestan Lanuma Halim Perdanakusuma Letnan Udara Satu Tituler Ds. A.M. Sabandar.
Tanggal 26 Desember 1967 diselenggarakan Baptis Kudus Anak dan Dewasa sebanyak 82 orang. Baptisan Kudus dan Sidi juga telah dilayani oleh Pendeta Pdt. A.M. Sabandar. Surat baptisan dan sidi yang semula diterbitkan oleh Gereja asal jemaat, terhitung mulai tanggal tersebut Gereja telah membuat Surat Keterangan Baptis dan Sidi secara mandiri.
Untuk nyanyian-nyanyian jemaat dalam kebaktian awalnya menggunakan ‘Nyanyian Mazmur dan Rohani’. Mewadahi tuntutan pelayanan, selanjutnya Majelis Gereja berinisiatif untuk membuat suatu buku nyanyian. Buku nyanyian yang disusun diberi nama ‘Gema Oikoumene’ dengan mengutip puji-pujian dari buku nyanyian yang lazim dipakai oleh Gereja Protestan seperti: Nyanyian Rohani, Kemenangan Iman, Sahabat Lama, Kesukaan Kristen, Nafiri Berea, Mazmur dan Tahlil, Nyanyian Pengharapan, Kecapi, Pniel, dan Kidung Kehidupan. Penyusunan buku ‘Gema Oikoumene’ dikoordinir oleh Pdt. AM. Sabandar, cetakan I pada tanggal 31 Oktober 1969 dan cetakan II tanggal 1 Desember 1976. Dengan terbitnya buku nyanyian tersebut semakin menimbulkan semangat baru dalam beribadah, khususnya yang memiliki talenta dalam memberikan persembahan puji-pujian. Maka warga jemaat dari tiap-tiap kompleks yang berkerinduan memuji Tuhan dihimpun dalam sebuah Kelompok Paduan Suara yang selanjutnya disebut ‘Paduan Suara Gabungan’. Paduan Suara ini dipimpin oleh Ibu B. Hasibuan sejak 1968 s.d. 1999.
Bergabungnya Kompleks Dirgantara I, II dan III semakin menambah jumlah warga jemaat, sehingga BP3RP memantapkan diri menjadi Majelis POUK Halim Perdanakusuma. Selang beberapa tahun, pertumbuhan jumlah jemaat kompleks Dirgantara yang pesat serta jarak yang cukup jauh untuk beribadah ke Jl. Angkasa I/101 membuat Jemaat yang bertempat tinggal di Kompleks Dirgantara mengadakan Kebaktian hari Minggu secara terpisah. Kebaktian tersebut dimulai tanggal 4 September 1983 di keluarga bapak Jonathan Rukma, dilayani oleh Pdt. J. Pondaag dan dihadiri + 30 jemaat. Pembukaan kebaktian umum hari Minggu itu disahkan melalui Surat Keputusan Majelis Nomor : 171/MGO/H/IX/1983 tanggal 1 September 1983.
Jemaat POUK Halim Perdanakusuma yang mayoritas adalah anggota TNI AU aktif dan tinggal di dalam kompleks Halim, maka setelah pensiun berpindah tempat tinggal diantaranya ke perumahan Ambarapura Kodau V Rawabogo dan perumahan Angkasa Puri Jati Mekar. Tahun 1995 persekutuan jemaat di perumahan Ambarapura Kodau V Rawabogo yang semula berdiri sendiri bergabung menjadi bagian pembinaan POUK Halim Perdanakusuma. Begitu pula dengan persekutuan jemaat di perumahan Angkasa Puri Jati Mekar yang semula juga berdiri sendiri dengan nama PUKOJA (Persekutuan Umat Kristen Oikoumene Jatimekar), pada tahun 2000 bergabung menjadi bagian pembinaan POUK Halim Perdanakusuma. Dengan bergabungnya dua persekutuan ini (Rawabogo dan Angkasa Puri) maka pembagian wilayah pelayanan yang semula 6 (enam) kompleks yaitu Trikora, Dwikora, Rajawali, Angkasa, Skadron dan Dirgantara bertambah menjadi 8 (delapan) komplek.
Pergumulan Pelayanan
Tantangan besar atas keberadaan POUK Halim Perdanakusuma pada awal perkembangannya di tahun 1969, adanya penentangan dari salah satu Gereja yang bersinode, menyebutkan bahwa persekutuan jemaat di Halim Perdanakusuma bukanlah suatu Gereja. Pernyataan yang kontroversial terhadap tujuan pembentukan Keesaan Gereja tersebut menjadi polemik dalam hubungan antar lembaga Gereja khususnya bagi POUK Halim Perdanakusuma. Namun berdasarkan kesepakatan bersama Gereja-Gereja anggota DGI (sekarang PGI) tentang keberadaan POUK di Indonesia, dalam keputusan Sidang Raya IX DGI tanggal 19-31 Juli 1980 di Tomohon, maka Persekutuan Jemaat Kristen Oikoumene Halim Perdanakusuma diberi nama Persekutuan Oikoumene Umat Kristen (POUK) yang bersifat Kategorial dan untuk membedakan antara Gereja yang bersinode. Pelayanan POUK Halim Perdanakusuma tidak berbeda dengan gereja-gereja anggota PGI, karena berdasarkan Buku Bina Oikoumene XI tahun 1996 bahwa hakikat dan sifat pelayanan POUK adalah pelayanan gereja yang berwawasan Oikoumene. Tujuan POUK adalah pemberitaan Injil Keselamatan Yesus Kristus melalui persekutuan, pelayanan dan kesaksian dalam rangka mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.
Selanjutnya untuk POUK Halim Perdanakusuma yang berada di bawah pembinaan PGIW DKI Jakarta dikukuhkan/ disyahkan melalui Surat Nomor: 656/PGIWJ/A-VI/2000 tanggal 23 Juni 2000. Hingga kini Majelis Gereja tetap mempertahankan nama semula bagi POUK Halim Perdanakusuma yaitu Gereja Kristen Protestan Oikoumene Halim Perdanakusuma.
Pada akhir tahun 2000, terjadi peristiwa aksi bom malam Natal secara serentak di beberapa gereja di Indonesia dan Gereja Kristen Protestan Oikoumene Halim Perdanakusuma salah satu-nya. Hari itu tepat tanggal 24 Desember 2000, saat kebaktian ke-2 Malam Natal yang dimulai pukul 20.00 WIB dilayani oleh Majelis Kompleks Trikora bersama Pdt. Jimmy Steven S.,S.Th. Bom meledak pukul 21.55 saat Doa Syafaat di depan pintu utama gedung Gereja. Dari hasil keterangan Polisi yang memeriksa tempat kejadian, bom yang berisikan serpihan besi dan gotri, diletakkan di atas ban depan sebelah kiri mobil Suzuki Vitara milik Pta. Pieter Boroh. Bom dipasang dengan timer dimaksudkan akan meledak tepat pada saat jemaat sedang keluar atau bersalaman dengan Pendeta di pintu gedung utama sehingga akan menghasilkan korban jiwa yang cukup besar. Namun dengan perlindungan kuat Kuasa Kasih Tuhan, maksud jahat sang teroris dipatahkan, tujuannya tidak tercapai. Tidak ada satupun korban jiwa, walapun sesaat sebelum bom meledak banyak anak-anak yang bermain di sekitar pintu depan gereja. Kerusakan/kerugian hanya pada materi/material bangunan berupa beberapa mobil mengalami kerusakan dan kaca ruang serbaguna barat pecah. Peristiwa tersebut juga mendapat perhatian dari Gubernur DKI Jakarta yang langsung meninjau tempat kejadian.
Xxxxxxxxxx Xxxxxxxxxxx
Untuk mengatur pelayanan dan pembinaan warga jemaat dibuatlah tata aturan organisasi, struktur dan tugas pokok Majelis.
– Tanggal 1 November 1979 ditetapkan Tata Gereja yag tertuang dalam Ketetapan Majelis no. TAP no.1/GOH/XI/79 ditanda-tangani oleh Pta. Sutomo (Ketua Majelis) dan Pta. Dawami Martono (Sekretaris).
– Tanggal 6 Februari 1984 dalam pelayanan Diakonia khususnya bagi warga jemaat yang mengalami musibah kematian, Majelis membuat keputusan tentang ‘Perkumpulan Sosial Salib Putih’ yang dituangkan dalam Surat Keputusan Majelis nomor 89/SK/MGOH/II/84. Ketua PS. Salib Putih yang ditunjuk saat itu adalah Bpk. Karti Suganda
– Tanggal 9 April 1984 Struktur Organisasi dan Tugas Pokok Majelis dibuat dan tertuang dalam Surat Keputusan no. SK/90/MGO/H/IV/84 ditandatangani oleh Pdt. Soeharto Hs selaku Ketua Majelis dan Pta. B. Hasibuan selaku Sekretaris.
– Rapat Pleno Majelis tanggal 28 Juni 1999 dan tanggal 10 April 2000 menetapkan hari lahir Gereja Kristen Protestan Oikoumene (GKPO) Halim Perdanakusuma yaitu tanggal 23 Juni 1957
– Tanggal 30 Agustus 2002 dalam periode Majelis 2000 – 2003, Tata Gereja mengalami revisi dan tertuang dalam Ketetapan Majelis no. TAP/01/MGOH/VIII/2002. Dalam revisi ini syarat untuk menjadi Pta./ Dkn tidak harus sudah menikah tetapi sudah berusia 25 tahun, sementara untuk unsur-unsur pelayanan seragam menggunakan nama ‘Komisi’
– Tahun 2007 Tata Gereja dan Struktur Organisasi dan Tugas Pokok Majelis kembali direvisi. Dalam periode majelis 2003 – 2007 ini perihal syarat Pta./ Dkn tidak harus sudah menikah dan penggunaan nama ‘Komisi’ sudah berjalan. Mulai periode ini pula masa tugas kemajelisan yang semula 3 tahun menjadi 4 tahun.
– Tata Gereja dan Struktur Organisasi pada periode majelis 2015-2019 juga mengalami revisi yang salah satunya adalah dimana Ketua Komisi ditahbiskan sebagai Majelis (Penatua). Hasil revisi ini mulai diberlakukan pada periode majelis 2019-2023. Pada periode majelis 2015-2019 ini bertambah satu wilayah pelayanan lagi yaitu kompleks Cilodong yang berada Depok Jawa Barat
Dalam peringatan Hari Ulang Tahun yang ke 50 tahun 2007, Majelis bersama Panitia Hari Ulang Tahun menerbitkan ‘Buku Jubelium GKPO Halim Perdanakusuma’. Melalui buku inilah catatan-catatan sejarah ditelusuri dan dibuat tertulis. Di usia yang ke 50 tahun tersebut tercatat sejak awal pertumbuhan persekutuan dalam kelompok kecil hingga berkembang menjadi GKPO Halim Perdanakusuma telah mengalami 13 (tigabelas) pergantian kemajelisan. (***)